Sebenarnya definisi gengster itu apa? Dan apa fungsi dan tujuannya?
Pertanyaan-pertanyaan itu karap timbul dalam benak kita. Karena setiap
mendengar kata gangster, selalu merujuk pada tindakan kekerasan. Sebuah geng
(kelompok) tersebut hanya memikirkan dirinya sendiri, Mereka tidak
memperdulikan orang-orang yang ada disekitarnya. Dengan sikap tersebut, akan
sangat mudah menimbulkan perseteruan antar geng dan geng dengan masyarakat
sekitar.
Keberadaan gangster (Kelompok) remaja karap menimbulkan masalah di
masyarakat. Tapi, fenomena tersebut juga tak begitu saja mudah untuk dihapus.
Yang mungkin bisa dilakukan adalah melakukan kontrol pada kelompok-kelompok
remaja tersebut. Agar efeknya tak berimbas ke mana-mana.
Geng, saat ini sedang marak dan menimbulkan berbagai masalah. Apalagi
kalau geng tersebut melibatkan anak-anak remaja yang masih di bangku sekolah.
Pada masa ini, mereka akan mudah dipengaruhi dan akhirnya masuk dalam geng
tersebut. Akibatnya akan jadi pemicu turunnya prestasi remaja tersebut di sekolah.
Kehadiran geng juga berakibat banyak anak suka terlibat tawuran. Jalan
pintas yang salah kaprah untuk aktualisasi diri. Makanya, tempat tawuran sering
terjadi di tempat-tempat umum. Agar muncul pengakuan dari teman se-geng dan
masyarakat bahwa dia yang paling jago dan berkuasa.
Pengakuan dan perhatian tersebut seharusnya diambil dan dilakukan oleh
orang tua serta keluarga. Kemunculan geng remaja biasanya disebabkan tidak
adanya kasih sayang dari kedua orang tua. Akibatnya anak remaja sekarang banyak
yang sulit diatur dan dinasehati. Ini bisa menjadi koreksi bagi orang tua. Jika
anak sulit diatur dan dinasehati, bisa jadi hal itu disebabkan tidak adanya
kasih sayang yang tulus dari orang tua.
Seharusnya orang tua lebih pro aktif memperhatikan tingkah laku anaknya,
menanamkan nilai dan norma agar anak remaja tersebut tidak terus-terusan jadi
biang masalah. Jalan yang bisa diambil dengan membangun komunikasi yang lebih
baik dengan orang tua. Karena akan sangat berperan penting dalam pengendalian
kepribadian anak.
Remaja seharusnya juga diajarkan untuk lebih memahami diri sendiri
(kelebihan dan kekurangannya), agar ia lebih mampu mengendalikan dirinya.
Sehingga dapat bereaksi secara wajar dan sesuai dengan norma dan etika agama
serta masyarakat. Selalu dibiasakan untuk menerima orang lain dengan segala
karakternya, serta tahu dan mau mengakui kesalahannya.
Dengan cara itu, remaja tidak akan terkejut menerima kritik atau umpan
balik dari lingkungan sekitar, mudah bersosialisasi, memiliki solidaritas tinggi,
dan akan mudah diterima di lingkungan yang lain. Sehingga akan mampu membantu
menentukan dirinya sendiri dan mampu berperilaku sesuai norma yang berlaku.
Sebab, kegagalan remaja dalam menguasai kepribadiannya akan menyebabkan
ia sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan sekitar. Sehingga timbul rasa
rendah diri, dikucilkan dalam pergaulan, cenderung berperilaku normatif
(misalnya, asosial atau pun anti-sosial). Bahkan lebih ekstrem biasa
menyebabkan terjadinya gangguan jiwa, kenakalan remaja, tindakan kriminal,
tindakan kekerasan. Hal itu juga memicu lahirnya gengster.
Dalam proses sosialisasi dan penyesuaian itu, setiap keluarga dan sekolah
memiliki tanggung jawab membentuk, menanamkan, dan mengorientasikan
harapan-harapan, kebiasaan-kebiasaan, serta tradisi-tradisi yang berisi
norma-norma sosial kepada remaja. Bahkan, hal yang harus ditegaskan adalah
sosialisasi dan penyesuaian yang bersifat informal dalam lingkup keluarga akan
jauh lebih efektif. Sebab, dalam domain sosial terkecil itu terdapat jalinan yang
akrab antara orang tua dengan remaja.
Dalam kasus ini, ketika kenakalan remaja muncul, kita tidak boleh
menyalahkan salah satu pihak. Remaja berkumpul dan berkelompok, itu merupakan
hal yang lumrah. Masalahnya, ketika berkumpulnya mereka itu mengarah pada hal
yang destruktif. Sebagaimana lazimnya manusia dewasa, kalangan remaja juga
membutuhkan komunitas untuk berkomunikasi dan bersosialisasi. Mereka akan
merasa nyaman untuk berkomunikasi dengan sesama. Dalam arti, usia yang sama,
lebih-lebih dengan kecenderungan dan hobi yang sama pula. Interest yang sepadan
tersebut akan menguatkan jalinan serta ikatan emosional antar sesama anggota
yang berada dalam satu group.
Geng-geng remaja awalnya merupakan jawaban nyata dari kebutuhan kaum
remaja atas wadah komunikasi antar sesama tersebut. Remaja-remaja yang punya background
yang sama, pada perkembangannya, setelah mereka berkumpul dalam sebuah geng,
mereka akan mengisi perkumpulan itu dengan berbagai aktivitas. Di sinilah
masalah mulai muncul. Pemilihan aktivitas apa yang akan di jadikan materi
kelompok akan menentukan bagaimana anggota geng itu ke depan.Tidak semua geng
mempunyai tujuan baik, atau bahkan jangan-jangan ada geng yang memang mempunyai
tujuan tidak baik sejak awal. Kebanyakan anak remaja belum punya pikiran jauh
dan panjang untuk masa depannya.
Mereka lebih suka memikirkan hal-hal yang dekat, terjangkau dan berbau
senang-senang. Remaja memang memiliki dunianya sendiri yang berbeda dengan
dunia dewasa dan orang tua. Yang diperlukan adalah kontrol dan pengarahan
mereka untuk selalu berada pada jalan yang benar. Kebenaran itu tidak harus
diperspektifkan sebagai hal yang kaku dan tidak berwarna. Biarlah remaja tetap
berbeda dalam dunia keremajaan dan keceriaannya, sepanjang dalam batasan yang
tidak kebablasan. Remaja pada dasarnya juga mempunyai naluri sehatnya sendiri
versi mereka, sungguh pun bagi kalangan tua (yang kolot) kadang banyak hal yang
dilakukan remaja hari ini tampak asing, aneh dan dianggap melanggar.
Karena itu, sebagai generasi
penerus bangsa, pastikanlah jangan sampai bergabung dengan organisasi-organisasi yang tidak bermanfaat
seperti geng-geng yang suka bikin rusuh. Lebih baik ikut organisasi yang
bermanfaat aja. OK!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Jangan Lupa Komentarya ya